Gunung Tabur: Menjaga Jati Diri Lewat Kesenian Banua

Gunung Tabur: Menjaga Jati Diri Lewat Kesenian Banua
Gunung Tabur, sebuah kelurahan bersejarah di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, tak hanya dikenal karena jejak Kesultanan yang megah dan keindahan alamnya. Di balik sejarah dan kekayaan tradisi itu, tersimpan denyut kehidupan masyarakat yang terus melestarikan seni dan budaya Banua sebagai identitas yang hidup—bukan sekadar kenangan masa lalu.
Kesenian Tradisional yang Tetap Hidup
Di Gunung Tabur, berbagai bentuk kesenian tradisional masih tumbuh subur di tengah masyarakat. Di antaranya:
•Hadrah dan Barzanji, yang menjadi bagian penting dalam ritual keagamaan dan perayaan maulid.
•Japin dan Bamanda, dua seni tari yang kerap tampil dalam upacara adat, penyambutan tamu, hingga perayaan hari besar nasional.
•Barudat, seni tutur khas Berau yang menggambarkan kepahlawanan dan sejarah kerajaan dalam bentuk syair berlagu.
•Musik Rabana dan Gendang Melayu, yang mengiringi banyak kegiatan adat dan hiburan rakyat.
Kesenian ini bukan hanya dipelajari, tapi dijadikan bagian dari pendidikan nilai, solidaritas sosial, dan kebanggaan lokal.
Pembentukan Kelompok Kesenian Banua
Sebagai bentuk pelestarian formal, Pemerintah Kelurahan Gunung Tabur telah mendorong pembentukan Kelompok Kesenian Banua, yang menghimpun para seniman lokal, pemuda, dan tokoh adat. Mereka rutin menggelar:
•Latihan mingguan di balai warga.
•Pentas seni saat perayaan HUT RI, MTQ, hingga kegiatan lintas kecamatan.
•Kolaborasi dengan pelajar dan guru untuk mewariskan seni kepada generasi muda.
Kelompok ini juga mulai diberdayakan untuk tampil di berbagai event pariwisata dan festival budaya, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
Seni sebagai Media Penyatu dan Edukasi
Lebih dari sekadar pertunjukan, kesenian di Gunung Tabur memainkan peran penting sebagai media penyatu masyarakat lintas usia, agama, dan latar belakang sosial. Ia juga menjadi alat edukasi untuk membentuk karakter anak muda yang bangga terhadap akar budayanya sendiri.
Pemerintah kelurahan bersama tokoh adat dan komunitas seni telah menjadikan sanggar seni sebagai pusat pembelajaran budaya, tempat anak-anak belajar tari, musik, syair, dan sejarah lokal secara langsung dari para pelakunya.
Kreativitas Baru, Tradisi Tetap Terjaga
Di tengah era digital dan perubahan zaman, seni di Gunung Tabur juga berkembang mengikuti waktu. Beberapa pemuda mulai memadukan elemen tradisi dengan media modern, seperti:
•Pementasan japin dan bamanda dalam format video pendek di media sosial.
•Kolaborasi dengan sineas lokal untuk mengangkat cerita rakyat dan sejarah dalam film dokumenter.
•Produksi konten kreatif yang mengangkat pakaian adat, alat musik tradisional, hingga pantun Banua.
Menjaga Warisan, Menghidupkan Masa Kini
Lewat seni, Gunung Tabur bukan hanya menjaga warisan budaya, tetapi menghidupkannya dalam bentuk yang relevan dan membanggakan. Seni bukan hanya untuk dipentaskan, tapi untuk dimiliki bersama—sebagai identitas, alat komunikasi, dan jembatan antargenerasi.
Di tanah sejarah ini, kesenian Banua adalah suara hati masyarakat yang terus berbicara: kita maju bersama, tanpa melupakan siapa kita.

BERITA TERPOPULER